Chayyu dan Filto Berbagi Pengalaman Pasca Workshop Diversity Teaching-Teaching Diversity

YOGYAKARTA (14/11/2022) - Chayyu Zalena Hawie dan Felisius Octavianus Bowe merupakan 2 mahasiswa dari departemen Pendidikan Bahasa Jerman yang mengikuti Workshop Diversity Teaching-Teaching Diversity. Keduanya telah berpartisipasi dalam workshop tersebut selama 2 minggu.

Pada kegiatan workshop ini, Profesor Schulze memberikan peserta pemahaman tentang struktur proyek dan memberikan tugas spesifik kepada siswa di kamp di Kulonprogo. Dia menekankan bahwa lingkungan alami Desa Segajih, sebuah pusat pendidikan yang terletak di tengah hutan hujan tropis, secara signifikan mendukung pendidikan siswa.

Schulze juga memberikan informasi tentang kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan budaya di tempat pembelajaran. Dia juga mempresentasikan workshop yang dirancang dan diawasi oleh siswa dari lima sekolah di Yogyakarta. Dia senang melihat bahwa mahasiswa UNY telah berpartisipasi secara aktif dalam proyek yang dilaksanakan di universitas mereka, meningkatkan kesadaran mereka terhadap heterogenitas dan berkontribusi pada perubahan di lingkungan sosial dan akademis mereka.

Chayyu Zalena Hawie dan Felisius Octavianus Bowe kemudian meningkatkan proses pembelajaran yang peka terhadap keragaman bagi para pembelajar bahasa Jerman dengan mengadaptasi beberapa konten workshop untuk kelompok belajar berbasis sekolah ke tingkat sesama siswa. Mekanisme diskriminasi bahasa dipelajari dalam kelompok kecil yang interaktif. Para peserta menekankan pentingnya ungkapan bahasa sensitif ketika berhadapan dengan variabel seperti heterogenitas multibahasa, asal, penampilan, atau religiusitas.

“Dalam kerjasama lintas negara seperti ini, terlihat bahwa keberagaman tidak hanya tentang mengakui keberagaman itu sendiri, tetapi juga tentang sikap yang muncul sebagai tanggapan terhadap keberagaman tersebut” , ucap Profesor Dr. Dra. Wening Sahayu M.Pd., selaku kaprodi Pendidikan Bahasa Jerman di FBSB UNY. Sikap-sikap ini mencakup penghargaan terhadap perbedaan dan penerimaan terhadap keberagaman individu. Meskipun demikian, pandangan yang melihat keberagaman sebagai sesuatu yang biasa dan sebagai sebuah kekayaan masih belum meresap secara luas, terutama dalam sektor pendidikan di Indonesia dan Jerman. 

“Di masa depan, pandangan positif dan cara menghadapi siswa yang beragam berdasarkan hal tersebut akan menjadi lebih sentral dalam kesadaran dan tindakan dosen, guru, dan siswa di kedua negara,” tutupnya.(Astri)